Pendahuluan
Dalam kepercayaan iman Kristen, Yesus Kristus adalah kepala gereja. Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus disebut gereja. Gereja didirikan oleh-Nya, sementara Roh Kudus-Nya tents berkarya dalam mengembangkan serta memelihara gereja di dunia. Tanda penyertaan Tuhan bagi gereja-Nya nampak pada saat Ia berjanji bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman (Matius 28:20b). Dalam menjalankan misinya bagi dunia, gereja diperlengkapi dengan berbagai karunia melalui umat yang Tuhan tempatkan dalam gereja untuk menjadi para pelayan-Nya. Dalam panggilan misinya bagi dunia, gereja mengalami berbagai tantangan dan hambatan, namun dalam keadaan demikian, gereja terus bertumbuh dan semakin bertumbuh. Untuk mengetahuinya dengan lebih baik, kita akan menelusuri hakikat gereja, serta sejarah perkembangannya pada tiga tahap yang akan dijelaskan kemudian.
a. Pengertian Gereja
Istilah gereja yang kita sering sebut, berasal dan bahasa Portugis, igreya, yang berarti kawanan domba yang dikumpulkan oleh gembala. Dalam pemakaiannya saat mi, kata igreya merupakan bentuk terjemahan dan bahasa Yunani, kyriake, sebutan bagi orang-orang yang menjadi milik Tuhan. Artinya, mereka yang percaya dalam iman yang sungguh kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Seorang teolog Indonesia, Harun Hadiwijono, dalam bukunya, Iman Kristen, menjelaskan bahwa istilah kyriake baru dipakai setelah zaman para rasul untuk memaknai gereja dalam arti lembaga yang dekat dengan segala macam peraturan. Itu berarti, dalam Pei]anjian Barn sendiri, istilah itu belum ada. Untuk menyebut persekutuan orang-orang beriman, Perjanjian Baru menggunakan istilah ekklesia. Istilah mi dapat diartikan sebagai perkumpulan yang dihadiri oleh orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul bersama. Dalam sudut pandang teologis, istilah ekklesia sering dimaknai sebagai orang-orang yang dipanggil keluar dan dunia. Bukankah gereja justru harus ada di dalam dunia untuk menjalankan misinya bagi dunia? Dipanggil keluar dan dunia dapat dimaknai sebagai bagaimana seorang hidup dalam kekudusan, tidak tercemar, hidup sebagai manusia baru dan sebagai anakanak terang (Galatia 3:26, Efesus 4:17-5:21). Itulah gereja yang sesungguhnya. Sementara itu, dalam bahasa Ibrani, kata yang sejajai. dengan ekklesia adalah kahaal yang berarti umat atau umat yang berkumpul untuk berbakti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gereja adalah suatu persekutuan atau perkumpulan orang-orang yang beriman kepada Yesus Krishis dalam karya Roh Kudus.
Oleh karena gereja adalah persekutuan orang-orang yang beriman, di dalam gereja tidak ada lagi pemisahan berdasarkan status atau derajat, tidak ada lagi perbedaan suku, negara atau pun ras, tidak ada lagi diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sebab semua yang menjadi bagian dan gereja, yang dibaptis di dalam Kristus, telah dengan sendirinya mengakui Kristus adalah kepala gereja dan di dalam Dia, semua manusia sama, tidak ada perbedaan (Galatia 3:27-28). Demikianlah, gereja tidak bisa dipahami hanya terbatas pada bangunan, tetapi gereja terdiri dan manusia, umat kepunyaan Allah dalam Yesus Kristus. Gereja adalah tubuh-Nya yang memenuhi semua dan segala sesuatu (Efesus 1:23).
Dalam pemahaman umat Tuhan, kata “kepala” memiliki dua pengertian. Pertaina, kepala suku atau pemimpin. Kedua, awal atau pemulaan, yang banyak diterjemahkan menunjuk pada pemimpin atau penguasa. Pengertian awal atau permulaan mengandung arti representasi atau unsur perwakilan. Artinya orang yang menjadi pemimpin mewakili yang dipimpin karena orang-orang yang dipimpin telah dengan sendirinya digambarkan dalam din seorang pemimpin. Pemahaman teologis dalam kaitannya dengan gereja adalah bahwa apabila jemaat dipandang sebagai tubuh Kristus, itu berarti bahwa jemaat diwakili di dalam Kristus atau dalam keberadaan Kristus sebagai wujud manusia yang memiliki tubuh.
Berbagai perbedaan yang menyatu ini juga sering digambarkan oleh Paulus dengan ungkapan banyak anggota tetapi satu tubuh, namun semua anggota mempunyai tugas yang sama (Roma 12:4). Oleh karenanya dalam gereja terdapat berbagai karunia yang berbeda-beda, dan semua diperhambakan kepada satu kesatuan sebab tidak ada anggota yang mampu berdiri sendiri dan yang memiliki tujuan pada dirinya sendiri.
b. Sejarah Perkembangan Gereja
1. Setelah zaman para rasul
Setelah zaman para rasul, kita dapat melihat bagaimana gereja
bertumbuh dalam karya Roh Kudus. Pertumbuhan gereja pada saat itu tidak
hanya terbatas pada hal-hal spiritual saja, tetapi juga terangkum dalam tiga
hal berikut.
a. Kuantitas
Dalam perkembangannya, setelah zaman para rasul, pertum-
buhan gereja secara kuantitas (jumlah) mengalami perkembangan
yang luar biasa. Antiokhia yang pada waktu itu merupakan pusat
pekabaran Injil oleh karya Roh Kudus dijadikan alat perpanjangan
tangan bagi terbentuknya gereja di tempat-tempat lain, bahkan
sampai di India. Gereja menyadari panggilarinya di tengah dunia
untuk menjadi saksi Allah. Karena itu, gereja terus bertumbuh dan
semakin banyak orang yang menjadi bagian di dalamnya.
b. Manajemen Gereja
Dan segi organisatoris, gereja juga mengalami perkem-
bangan. Kita mengetahui kondisi gereja-gereja awal yang hanya
terbatas pada perkumpulan—perkumpulan untuk beribadat. Mereka
juga menyadari bahwa gereja bisa bertahan jika didukung oleh
manajemen pelayanan yang baik. Mereka sadar bahwa hanya
berkumpul saja tidaklah cukup untuk mewartakan kebenaran Injil
Tuhan di dunia. Harus ada pembagian tugas atau manajemen
pelayanan gereja. Manajemen sederhana gereja pada waktu itu
nampak dalam beberapa jabatan gerejawi antara lain :
c. Tata Ibadat atau Liturgi Kebaktian
Dan kesaksian Alkitab dalam Kisah Para Rasul 16:40 dan Roma 16:5, kita mengetahui bahwa pada awalnya, orang-orang Kristen pertama tidak mempunyai gedung gereja untuk beribadah. Mereka hanya tersebar di rumah-rumah anggota gereja untuk melaksanakan ibadah. Sekitar tahun 200, di sebuah desa bernama Edessa di wilayah Mesopotamia, gereja pertama dibangun. Mereka menjalankan ibadah pada han Minggu dengan pemahaman bahwa Tuhan Yesus dibangkitkan pada han ketiga tepat pada han Minggu. Awalnya, dalam kebaktian gereja belum ada tata ibadah atau liturgi sehingga terjadi kekacauan dalam ibadat (1 Korintus 14). Dalam perkembangannya, kebaktian gereja menggunakan liturgi atau tata ibadat, bahkan liturgi itu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan gereja atau dapat dirancang berdasarkan hanhan khusus gereja.
2. Abad pertengahan (500-1500)
Untuk membahas keadaan gereja pada abad-abad pertengahan, kita tidak bisa terlepas dan teologi. Artinya, perkembangan gereja pada masa itu ditentukan oleh corak teologi yang berkembang. Perkembangan teologi pada masa itu sangat menentukan peran gereja. Karenanya, dalam bagian mi, kita akan melihat gereja pada abad pertengahan dan sudut pandang teologi. Ketika berbicara tentang teologi, tentunya kita akan menyinggung beberapa dan sekian banyak teolog abad pertengahan yang pemikirannya mewarnai langkah gereja saat itu. Dalam perkembangannya, gereja pada abad-abad pertengahan yakni bangsa-bangsa baru di Eropa Barat dan Utara dengan mudah menerima berbagai macam ajaran teologi yang diwarisinya dan zaman gereja lama yakni Yunani dan Romawi yang membela iman Kristen dan segala macam ajaran-ajaran palsu dengan menggunakan pengetahuan dan filsafatnya. Hal ini tidak berlangsung lama sebab kemudian muncul tokoh tokoh intelektual yang belajar teologi. Mulai abad ke 11, ilmu pengetahuan, termasuk teologi, diajarkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas dan terikat pada tuntutan-tuntutan pengajaran sekolah-sekolah itu yang biasanya disebut scholas tick.
Memasuki abad ke 13, timbullah fenomena baru yang menakutkan bagi
teologi. Ilmu filsafat yang sering digunakan sebagai pendukung teologi berubah
menjadi tandmgan bagi teologi. Penyebabnya adalah karya agung metafisika,
Aristoteles, yang disadur dalam bahasa Latin, yang memberikan cara baru
sebagai alternatif dan kekristenan. Dalam perkembangannya, filsuf sekahgus
teolog, Thomas dan Aqumo, berupaya menymtesiskan antara iman dan akal.
Upayanya adalah untuk mendamaikan jurang antara akal yang dikembangkan oleh Aristoteles dan teologi atau iman Kristen. Perkembangan selanjutnya, abad ke-14 dan ke-15, gereja mengalami kemunduran. Para Paus berada dalam pengawasan Prancis di Afignon dan tahun 1305-1377. Sekembalinya mereka pada tahun 1378-1414, Paus kembali menduduki Roma yang menimbulkan persoalan besar. Perebutan kekuasaan di antara dua Paus mewarnai fase mi. Selain itu, muncul ketidakyakinan untuk mengharmoniskan teologi dan filsafat. Keduanya terpisah, teologi (gereja) mengisolasi din dan hanya berdiri pada keyakinan akan penyataan Allah, yang sebenarnya tidak dapat dijelaskan secara rasio. Bahkan teologi skolastik terpisah dan kehidupan praktis. Inilah gambaran gereja pada abad pertengahan yang melanda gereja Barat.
Selanjuthya beberapa tokoh abad pertengahan beserta pokok ajarannya
dapat disebut di sini antara lain:
a. Anicius Manlius Severinus Boetius
Dia adalah seorang yang tertarik dengan filsafat yang memiiki status kelahiran sebagai bangsawan, kira-kira tahun 480. Karyanya yang paling terkenal adalah Hiburan dan Filsafat yang terdiri atas 5 jilid dan ditulis dalam 5 dialog antara dirinya dan seorang perempuan yang bernama filsafat.
b. Gregorius I Benedictus
Gregorius lahir sekitar tahun 480. Ia pernah men.gecap pendidikan di Roma, kemudian ia keluar dan memutuskan untuk bertapa di goa Subiaco pada tahun 500. Montecasino adalah tempatnya membangun biara sampai akhir hayatnya. Ia sangat ketat dengan peraturan hidup di biara. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Peraturan. Kebijakan-kebijakan yang fleksibel dijelaskannya di sini. Dokumen mi adalah hasil perpaduan antara kejelasan dan perincian sehingga begitu mudah dipraktikkan.
c. Thomas dari Aquino
Thomas adalah seorang tokoh skolastik terbesar pada masanya. Thomisme adalah ciri khas ajaran-ajaran filsafatnya. Ta mengisi sistem metafisika yang begitu luas melalui sebuah istilah tekhnis. Dalam menjelaskan eksistensi Allah, ia mengajukan lima bukti. Pertama, kenyataan akan perubahan yang diubah oleh sesuatu yang lain. Kedua, kenyataan bahwa sebab dan akibat ada di dunia, dan Allah adalah penyebab pertama. Ketiga, ide ada dan tiada di dalam dunia. Seandainya Allah tidak ada, tidak ada sesuatu pun yang dapat ada. Keem pat, tingkatan kebaikan dan kesempurnaan di dunia disebabkan oleh Allah. Kelirna, tatanan dan tujuan di dalam alam diarahkan kepada Allah.
Sampai pada titik ini, kita melihat suatu kejayaan yang besar bagi gereja pada masa abad pertengahan. Gereja menguasai ilmu pengetahuan melalui pandangan para teolog dan filsufnya. Namun, kejayaan gereja pada abad pertengahan tidak berlangsung lama. Pada akhir abad pertengahan, kepausan mengalami krisis sejalan dengan meningkatnya kekuasaan para pemimpin duniawi. Situasi politik di mana banyak pemimpin dunia yang tidak lagi mau
diatur oleh kepausan; dekadensi moral yang dialami oleh masyarakat sebagai
akibat dan melemahnya spiritual; dan stratffikasi sosial serta uang yang menjadi
tujuan utama gereja saat itu merupakan penyebab krisis yang dihadapi gereja
pada abad pertengahan.
3. Zaman Modem
Dalam pembicaraan mengenai perkembangan gereja pada zaman modern, kita tidak bisa mengabaikan begitu saja situasi dunia tempat gereja berada saat itu. Modemisasi yang ditandai dengan perkembangan iptek sering kali muncul melalui jargon globalisasi, industrialisasi, atau apa pun sebutan nya. Namun, satu hal yang pasti bahwa situasi semacam mi menempatkan gereja pada situasi yang ambivalen. Di satu sisi, gereja tidak bisa menolak segala perkembangan dunia yang semakin maju. Gereja justru harus mengambil bagian di dalamnya, bahkan dalam upaya untuk meningkatkan misi atau pelayanannya bagi dunia. Pada saat yang sama, di lain pihak, gereja diancam oleh segala dampak negatif perkembangan iptek. Kebangkitan agama-agama yang menandai milenium baru ini demoralisasj, dehumanisasi, pluralisme, dan sebagainya merupakan isu-isu
pokok yang dialami gereja pada zaman ini. Dalam situasi semacam mi, gereja
tidak bisa lagi menempatkan din sebgai tuan melalui teologinya. Namun sebaliknya, gereja harus menjadi hamba yang melayani demi pewartaan
Knistus yang hidup. Gereja tidak hams tertutup dan menghindani situasi mi.
Sebaliknya, gereja harus terbuka terhadap doktrin-doktrin serta berbagai ajaran
etikanya. Gereja harus berupaya untuk menjawab berbagai pertanyaan melalui jawaban-jawaban yang barn atau sama sekali baru.
Karena semakin kompleksnya masalah yang dthadapi gereja, gereja juga perlu untuk mengembangkan serta memperlengkapi din. Dalam semuanya itu, sebagai lembaga keagamaan yang mandiri, gereja mengemban fungsi dan otoritas yang bebas dan pengaruh negara, dan sebaliknya, gereja tidak punya wewenang untuk mengatur kehidupan negara karena negara mempunyai fungsi tersendiri dalam menjalankan panggilannya di dunia (Roma 13:6-7; I Petrus 2:13-14). Bersaksi, melayani, dan bersekutu, itulah panggilan gereja di dunia.
Uji Kompetensi
Benar Atau Salah ?
Dalam kepercayaan iman Kristen, Yesus Kristus adalah kepala gereja. Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus disebut gereja. Gereja didirikan oleh-Nya, sementara Roh Kudus-Nya tents berkarya dalam mengembangkan serta memelihara gereja di dunia. Tanda penyertaan Tuhan bagi gereja-Nya nampak pada saat Ia berjanji bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman (Matius 28:20b). Dalam menjalankan misinya bagi dunia, gereja diperlengkapi dengan berbagai karunia melalui umat yang Tuhan tempatkan dalam gereja untuk menjadi para pelayan-Nya. Dalam panggilan misinya bagi dunia, gereja mengalami berbagai tantangan dan hambatan, namun dalam keadaan demikian, gereja terus bertumbuh dan semakin bertumbuh. Untuk mengetahuinya dengan lebih baik, kita akan menelusuri hakikat gereja, serta sejarah perkembangannya pada tiga tahap yang akan dijelaskan kemudian.
a. Pengertian Gereja
Istilah gereja yang kita sering sebut, berasal dan bahasa Portugis, igreya, yang berarti kawanan domba yang dikumpulkan oleh gembala. Dalam pemakaiannya saat mi, kata igreya merupakan bentuk terjemahan dan bahasa Yunani, kyriake, sebutan bagi orang-orang yang menjadi milik Tuhan. Artinya, mereka yang percaya dalam iman yang sungguh kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Seorang teolog Indonesia, Harun Hadiwijono, dalam bukunya, Iman Kristen, menjelaskan bahwa istilah kyriake baru dipakai setelah zaman para rasul untuk memaknai gereja dalam arti lembaga yang dekat dengan segala macam peraturan. Itu berarti, dalam Pei]anjian Barn sendiri, istilah itu belum ada. Untuk menyebut persekutuan orang-orang beriman, Perjanjian Baru menggunakan istilah ekklesia. Istilah mi dapat diartikan sebagai perkumpulan yang dihadiri oleh orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul bersama. Dalam sudut pandang teologis, istilah ekklesia sering dimaknai sebagai orang-orang yang dipanggil keluar dan dunia. Bukankah gereja justru harus ada di dalam dunia untuk menjalankan misinya bagi dunia? Dipanggil keluar dan dunia dapat dimaknai sebagai bagaimana seorang hidup dalam kekudusan, tidak tercemar, hidup sebagai manusia baru dan sebagai anakanak terang (Galatia 3:26, Efesus 4:17-5:21). Itulah gereja yang sesungguhnya. Sementara itu, dalam bahasa Ibrani, kata yang sejajai. dengan ekklesia adalah kahaal yang berarti umat atau umat yang berkumpul untuk berbakti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gereja adalah suatu persekutuan atau perkumpulan orang-orang yang beriman kepada Yesus Krishis dalam karya Roh Kudus.
Oleh karena gereja adalah persekutuan orang-orang yang beriman, di dalam gereja tidak ada lagi pemisahan berdasarkan status atau derajat, tidak ada lagi perbedaan suku, negara atau pun ras, tidak ada lagi diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sebab semua yang menjadi bagian dan gereja, yang dibaptis di dalam Kristus, telah dengan sendirinya mengakui Kristus adalah kepala gereja dan di dalam Dia, semua manusia sama, tidak ada perbedaan (Galatia 3:27-28). Demikianlah, gereja tidak bisa dipahami hanya terbatas pada bangunan, tetapi gereja terdiri dan manusia, umat kepunyaan Allah dalam Yesus Kristus. Gereja adalah tubuh-Nya yang memenuhi semua dan segala sesuatu (Efesus 1:23).
Dalam pemahaman umat Tuhan, kata “kepala” memiliki dua pengertian. Pertaina, kepala suku atau pemimpin. Kedua, awal atau pemulaan, yang banyak diterjemahkan menunjuk pada pemimpin atau penguasa. Pengertian awal atau permulaan mengandung arti representasi atau unsur perwakilan. Artinya orang yang menjadi pemimpin mewakili yang dipimpin karena orang-orang yang dipimpin telah dengan sendirinya digambarkan dalam din seorang pemimpin. Pemahaman teologis dalam kaitannya dengan gereja adalah bahwa apabila jemaat dipandang sebagai tubuh Kristus, itu berarti bahwa jemaat diwakili di dalam Kristus atau dalam keberadaan Kristus sebagai wujud manusia yang memiliki tubuh.
Berbagai perbedaan yang menyatu ini juga sering digambarkan oleh Paulus dengan ungkapan banyak anggota tetapi satu tubuh, namun semua anggota mempunyai tugas yang sama (Roma 12:4). Oleh karenanya dalam gereja terdapat berbagai karunia yang berbeda-beda, dan semua diperhambakan kepada satu kesatuan sebab tidak ada anggota yang mampu berdiri sendiri dan yang memiliki tujuan pada dirinya sendiri.
b. Sejarah Perkembangan Gereja
1. Setelah zaman para rasul
Setelah zaman para rasul, kita dapat melihat bagaimana gereja
bertumbuh dalam karya Roh Kudus. Pertumbuhan gereja pada saat itu tidak
hanya terbatas pada hal-hal spiritual saja, tetapi juga terangkum dalam tiga
hal berikut.
a. Kuantitas
Dalam perkembangannya, setelah zaman para rasul, pertum-
buhan gereja secara kuantitas (jumlah) mengalami perkembangan
yang luar biasa. Antiokhia yang pada waktu itu merupakan pusat
pekabaran Injil oleh karya Roh Kudus dijadikan alat perpanjangan
tangan bagi terbentuknya gereja di tempat-tempat lain, bahkan
sampai di India. Gereja menyadari panggilarinya di tengah dunia
untuk menjadi saksi Allah. Karena itu, gereja terus bertumbuh dan
semakin banyak orang yang menjadi bagian di dalamnya.
b. Manajemen Gereja
Dan segi organisatoris, gereja juga mengalami perkem-
bangan. Kita mengetahui kondisi gereja-gereja awal yang hanya
terbatas pada perkumpulan—perkumpulan untuk beribadat. Mereka
juga menyadari bahwa gereja bisa bertahan jika didukung oleh
manajemen pelayanan yang baik. Mereka sadar bahwa hanya
berkumpul saja tidaklah cukup untuk mewartakan kebenaran Injil
Tuhan di dunia. Harus ada pembagian tugas atau manajemen
pelayanan gereja. Manajemen sederhana gereja pada waktu itu
nampak dalam beberapa jabatan gerejawi antara lain :
- Episkopos/uskup, artinya penilik jemaat. Dalam pemahaman kita kini, mereka bisa disebut sebagai pendeta jemaat atau bapak gembala.
- Penatua atau presbiter. Umumnya, mereka dipercaya memimpin bagian gereja yang lebih kedil.
- Diaken atau syamas. Mereka membantu tugas episkopos dan penatua dalam hal pelayanan kepada orang miskin dan menjaga rurnah kebaktian.
c. Tata Ibadat atau Liturgi Kebaktian
Dan kesaksian Alkitab dalam Kisah Para Rasul 16:40 dan Roma 16:5, kita mengetahui bahwa pada awalnya, orang-orang Kristen pertama tidak mempunyai gedung gereja untuk beribadah. Mereka hanya tersebar di rumah-rumah anggota gereja untuk melaksanakan ibadah. Sekitar tahun 200, di sebuah desa bernama Edessa di wilayah Mesopotamia, gereja pertama dibangun. Mereka menjalankan ibadah pada han Minggu dengan pemahaman bahwa Tuhan Yesus dibangkitkan pada han ketiga tepat pada han Minggu. Awalnya, dalam kebaktian gereja belum ada tata ibadah atau liturgi sehingga terjadi kekacauan dalam ibadat (1 Korintus 14). Dalam perkembangannya, kebaktian gereja menggunakan liturgi atau tata ibadat, bahkan liturgi itu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan gereja atau dapat dirancang berdasarkan hanhan khusus gereja.
2. Abad pertengahan (500-1500)
Untuk membahas keadaan gereja pada abad-abad pertengahan, kita tidak bisa terlepas dan teologi. Artinya, perkembangan gereja pada masa itu ditentukan oleh corak teologi yang berkembang. Perkembangan teologi pada masa itu sangat menentukan peran gereja. Karenanya, dalam bagian mi, kita akan melihat gereja pada abad pertengahan dan sudut pandang teologi. Ketika berbicara tentang teologi, tentunya kita akan menyinggung beberapa dan sekian banyak teolog abad pertengahan yang pemikirannya mewarnai langkah gereja saat itu. Dalam perkembangannya, gereja pada abad-abad pertengahan yakni bangsa-bangsa baru di Eropa Barat dan Utara dengan mudah menerima berbagai macam ajaran teologi yang diwarisinya dan zaman gereja lama yakni Yunani dan Romawi yang membela iman Kristen dan segala macam ajaran-ajaran palsu dengan menggunakan pengetahuan dan filsafatnya. Hal ini tidak berlangsung lama sebab kemudian muncul tokoh tokoh intelektual yang belajar teologi. Mulai abad ke 11, ilmu pengetahuan, termasuk teologi, diajarkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas dan terikat pada tuntutan-tuntutan pengajaran sekolah-sekolah itu yang biasanya disebut scholas tick.
Memasuki abad ke 13, timbullah fenomena baru yang menakutkan bagi
teologi. Ilmu filsafat yang sering digunakan sebagai pendukung teologi berubah
menjadi tandmgan bagi teologi. Penyebabnya adalah karya agung metafisika,
Aristoteles, yang disadur dalam bahasa Latin, yang memberikan cara baru
sebagai alternatif dan kekristenan. Dalam perkembangannya, filsuf sekahgus
teolog, Thomas dan Aqumo, berupaya menymtesiskan antara iman dan akal.
Upayanya adalah untuk mendamaikan jurang antara akal yang dikembangkan oleh Aristoteles dan teologi atau iman Kristen. Perkembangan selanjutnya, abad ke-14 dan ke-15, gereja mengalami kemunduran. Para Paus berada dalam pengawasan Prancis di Afignon dan tahun 1305-1377. Sekembalinya mereka pada tahun 1378-1414, Paus kembali menduduki Roma yang menimbulkan persoalan besar. Perebutan kekuasaan di antara dua Paus mewarnai fase mi. Selain itu, muncul ketidakyakinan untuk mengharmoniskan teologi dan filsafat. Keduanya terpisah, teologi (gereja) mengisolasi din dan hanya berdiri pada keyakinan akan penyataan Allah, yang sebenarnya tidak dapat dijelaskan secara rasio. Bahkan teologi skolastik terpisah dan kehidupan praktis. Inilah gambaran gereja pada abad pertengahan yang melanda gereja Barat.
Selanjuthya beberapa tokoh abad pertengahan beserta pokok ajarannya
dapat disebut di sini antara lain:
a. Anicius Manlius Severinus Boetius
Dia adalah seorang yang tertarik dengan filsafat yang memiiki status kelahiran sebagai bangsawan, kira-kira tahun 480. Karyanya yang paling terkenal adalah Hiburan dan Filsafat yang terdiri atas 5 jilid dan ditulis dalam 5 dialog antara dirinya dan seorang perempuan yang bernama filsafat.
b. Gregorius I Benedictus
Gregorius lahir sekitar tahun 480. Ia pernah men.gecap pendidikan di Roma, kemudian ia keluar dan memutuskan untuk bertapa di goa Subiaco pada tahun 500. Montecasino adalah tempatnya membangun biara sampai akhir hayatnya. Ia sangat ketat dengan peraturan hidup di biara. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Peraturan. Kebijakan-kebijakan yang fleksibel dijelaskannya di sini. Dokumen mi adalah hasil perpaduan antara kejelasan dan perincian sehingga begitu mudah dipraktikkan.
c. Thomas dari Aquino
Thomas adalah seorang tokoh skolastik terbesar pada masanya. Thomisme adalah ciri khas ajaran-ajaran filsafatnya. Ta mengisi sistem metafisika yang begitu luas melalui sebuah istilah tekhnis. Dalam menjelaskan eksistensi Allah, ia mengajukan lima bukti. Pertama, kenyataan akan perubahan yang diubah oleh sesuatu yang lain. Kedua, kenyataan bahwa sebab dan akibat ada di dunia, dan Allah adalah penyebab pertama. Ketiga, ide ada dan tiada di dalam dunia. Seandainya Allah tidak ada, tidak ada sesuatu pun yang dapat ada. Keem pat, tingkatan kebaikan dan kesempurnaan di dunia disebabkan oleh Allah. Kelirna, tatanan dan tujuan di dalam alam diarahkan kepada Allah.
Sampai pada titik ini, kita melihat suatu kejayaan yang besar bagi gereja pada masa abad pertengahan. Gereja menguasai ilmu pengetahuan melalui pandangan para teolog dan filsufnya. Namun, kejayaan gereja pada abad pertengahan tidak berlangsung lama. Pada akhir abad pertengahan, kepausan mengalami krisis sejalan dengan meningkatnya kekuasaan para pemimpin duniawi. Situasi politik di mana banyak pemimpin dunia yang tidak lagi mau
diatur oleh kepausan; dekadensi moral yang dialami oleh masyarakat sebagai
akibat dan melemahnya spiritual; dan stratffikasi sosial serta uang yang menjadi
tujuan utama gereja saat itu merupakan penyebab krisis yang dihadapi gereja
pada abad pertengahan.
3. Zaman Modem
Dalam pembicaraan mengenai perkembangan gereja pada zaman modern, kita tidak bisa mengabaikan begitu saja situasi dunia tempat gereja berada saat itu. Modemisasi yang ditandai dengan perkembangan iptek sering kali muncul melalui jargon globalisasi, industrialisasi, atau apa pun sebutan nya. Namun, satu hal yang pasti bahwa situasi semacam mi menempatkan gereja pada situasi yang ambivalen. Di satu sisi, gereja tidak bisa menolak segala perkembangan dunia yang semakin maju. Gereja justru harus mengambil bagian di dalamnya, bahkan dalam upaya untuk meningkatkan misi atau pelayanannya bagi dunia. Pada saat yang sama, di lain pihak, gereja diancam oleh segala dampak negatif perkembangan iptek. Kebangkitan agama-agama yang menandai milenium baru ini demoralisasj, dehumanisasi, pluralisme, dan sebagainya merupakan isu-isu
pokok yang dialami gereja pada zaman ini. Dalam situasi semacam mi, gereja
tidak bisa lagi menempatkan din sebgai tuan melalui teologinya. Namun sebaliknya, gereja harus menjadi hamba yang melayani demi pewartaan
Knistus yang hidup. Gereja tidak hams tertutup dan menghindani situasi mi.
Sebaliknya, gereja harus terbuka terhadap doktrin-doktrin serta berbagai ajaran
etikanya. Gereja harus berupaya untuk menjawab berbagai pertanyaan melalui jawaban-jawaban yang barn atau sama sekali baru.
Karena semakin kompleksnya masalah yang dthadapi gereja, gereja juga perlu untuk mengembangkan serta memperlengkapi din. Dalam semuanya itu, sebagai lembaga keagamaan yang mandiri, gereja mengemban fungsi dan otoritas yang bebas dan pengaruh negara, dan sebaliknya, gereja tidak punya wewenang untuk mengatur kehidupan negara karena negara mempunyai fungsi tersendiri dalam menjalankan panggilannya di dunia (Roma 13:6-7; I Petrus 2:13-14). Bersaksi, melayani, dan bersekutu, itulah panggilan gereja di dunia.
Uji Kompetensi
- Diskusikan bersama kelompokmu, apakah maksud Kristus menghadirkan gereja di duriia?
- Apakah tantangan gereja pada masa kini dan bagaimana cara mengatasinya?
Benar Atau Salah ?
- Istilah ekklesia yang digunakan untuk mengacu pada kata gereja berarti orang-orang yang menjadi milik Tuhan.
- Dan sudut pandang iman Kristen, gereja bukanlah bangunan fisik, melainkan persekutuan umat Tuhan.
- Tokoh abad pertengahan yang berbicara mengenai Peraturan adalah Anicius Manlius Severinus Boetius.
- Thomas dan Aquino adalah filsuf yang berupaya menyintesiskan iman dan akal.
- Menolak para penjahat di dalam gereja adalah upaya gereja untuk menjaga kekudusan dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar