A.
Dasar-dasar Membangun Relasi
Manusia sebagai makhluk sosial tidak
dapat melepaskan diri dari hubungan dengan sesama. Tidak ada seorang pun
manusia yang dapat hidup sendiri. Kata “saling” tersebut paling tidak
menunjukkan hubungan antara dua orang atau lebth.
Coba renungkan! Apakah setiap orang
mampu membuat pakaian, kursi, meja, alat tulis maupun buku sendiri tanpa
bantuan orang lain. Tentu tidak!
Pakaian, kursi, meja, alat tulis dan
buku yang kita gunakan adalah hasil karya orang lain.
Tuhan memberikan manusia keahlian
masing-masing. Perbedaan keahlian tersebut merupakan sebuah sarana untuk saling
melengkapi dan membantu kebutuhan orang lain. Kelebihan seseorang akan
melengkapi kekurangan orang lain. Demikian pula sebaliknya sehingga tercipta
hubungan timbal balik.
Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan ketika seseorang menjalin
relasi dengan orang lain, yaitu faktor
dan dalam (Aku), faktor dan luar (Kau),
dan faktor citra baku (stereotip=pandangan
klise).
1.
Faktor dan dalam (Aku)
Terjadinya relasi yang baik pada dasamya
dimulai dan diri sendiri (Aku). “Aku” mampu membuat relasi menjadi baik atau
tidak. Relasi akan menjadi baik ketika “Aku” mampu mempunyai prinsip win-win thinking (berpikir menang-menang),
bukan lose-lose thinking (berpikir kalah-kalah) atau win-lose
thinking” (menang-kalah). Dengan kata lain “yang penting aku”. Ungkapan
“yang penting aku” menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri
dan tidak peduli kepada orang lain. Apabila
prinsip ini diterapkan dalam relasi, lambat-laun relasi yang dibangun akan
menjadi runtuh.
Sedangkan win-win thinking merupakan
pola pikir yang membuat aku dan kamu menjadi pemenang. Dengan kata lain, semua
pihak merasa untung, mendapat penghargaan (dihargai) keberadaannya oleh pihak
lain. Dengan demikian, tidak ada orang yang merasa kalah, dirugikan, tidak
dihargai atau kecewa. Untuk itu, zvin-zvin thinking harus diterapkan untuk
menjalmn relasi.
2.
Faktor dan luar (Kau)
Ketika “aku” menerapkan “win-win
thinking” dan orang lain juga menerapkan prinsip yang sama, relasi yang baik
sangat besar kemungkinannya untuk terjadi. Namun, prinsip win-win thinking yang
kita miliki menjadi tidak seimbang ketika orang lain menerapkan prinsip-pninsip
win-lose thinking. ini ‘ berarti relasi yang baik akan terjadi apabila semua
pihak menerapkan win- win thinking. Sulitnya, tidak semua orang dengan mudah
menerima dan menerapkan prinsip ini.
3.
Faktor citra baku (stereotip)
Citra baku (stereotip) merupakan suatu
pandangan yang ada pada seseorang atau masyarakat tentang suatu hal dan
pandangan tersebut sudah melekat secara mendalam dalam pola pikimya sehingga
sulit untuk diubah. Misalnya, banyak orangtua yang melarang anak perempuan
pulang ke rumah melebihi pukul 22.00, karena akan dianggap perempuan yang
kurang baik. Namun, bagi anak-anak laki-laki sedikit lebih bebas. Pulang
melebihi jam tersebut dianggap hal yang biasa.
Stereotip tersebut membuat diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan. Relasi yang terjadi antara perempuan dan
laki-laki sering kali dalam keadaan atas—bawah atau subyek—objek. Laki-laki
selalu menduduki tempat terutama dan teratas dalam statusnya. Sedangkan
perempuan harus lebih rendah daripada laki-kaki. Keadaan ini berdampak pada
relasi yang teijadi di antara mereka. Perempuan selalu dijadikan pelengkap saja
sehingga harus selalu tunduk kepada laki-laki. Artinya, laki-laki selalu berada
pada posisi win. Sedangkan perempuan pada posisi lose. Keadaan ini meruntuhkan
relasi antara laki-laki dengan perempuan dalam keadaan sejajar dan sederajat di
hadapan Tuhan. Padahal Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dalam keadaan
sederajat (Kejadian 2:18-25).
Di samping ketiga faktor tersebut
terdapat satu faktor penunjang yang juga cukup penting, yaitu komunikasi. Tanpa
komunikasi yang baik, relasi tidak akan berjalan baik. Karena dengan komunikasi
yang balk, hal-hal yang menjadi penghambat relasi akan dapat dibongkar.
Komunikasi menjadi baik apabila terjadi sikap mengerti dan memahami apa yang
menjadi pesan dari pihak lain walaupun memiliki paham atau pendapat yang
berbeda.
B.
Macam-Macam Relasi
1.
Pribadi-pribadi
Bagi remaja relasi pribadi dengan
pribadi ini sangat tampak. Pada umumnya, remaja memiliki seorang sahabat.
Dengan sahabatnya, Ia akan membangun relasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Seorang sahabat selalu mengerti suka
duka din kita. Reläsi yang baik dengan sahabat akan tetap terus terjadi
walaupun sahabat kita mengalami kesusahan. Inilah yang disebut sahabat sejati.
Hubungan antarpribadi juga terjadi
antara seseorang dengan kekasihnya, ayah—ibu dengan anaknya dan suami dengan
istrinya. Hubungan antara pribadi dengan pribadi akan lebih mudah dikelola.
Maksudnya, lebth mudah dikembangkan dan dikendalikan menjadi baik ketika
terjadi konflik karena hanya sedikit orang yang terlibat. Walaupun memang tidak
selalu dengan
sedikitnya orang yang terlibat, relasi
yang terjadi akan lebih mudah dikelola. Semuanya tergantung pada tiga faktor
yang sudah dibahas pada poin A (factor 1, 2, dan 3).
2.
Pribadi-kelompok
Relasi pribadi dengan kelompok biasanya
pada sebuah organisasi tertentu. Misalnya, relasi antara kamu dengan pengurus,
anggota kelompok karang taruna atau persekutuan pemuda gereja.
Kamu masuk atau begabung pada kelompok
tertentu tentu mempunyai motivasi tertentu. Misalnya, menjadi anggota
persekutuan pemuda gereja. Tujuanmu untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan. Namun, di sisi lain
organisasi juga mempunyai kepentingan sendiri. Antara kepentinganmu dengan
kepentingan organisasi tentunya harus selaras. Apabila kehadiranmu tidak jelas
dalam organisasi tersebut, kehadiranmu menjadi tak berguna dan sia-sia. Namun,
sering kali kepentingan organisasi dibangun atas kesepakatan orang-orang yang
mempunyai kepentingan-kepentingan berbeda. Orang orang tersebut berniat
menyatukan kepentingan-kepentingan yang berbeda untuk dapat mencapai visi dan
misi yang sama.
3.
Kelompok-kelompok
Relasi antara kelompok dengan kelompok
dapat dilihat dan relasi antara komunitas Kristen dengan komunitas Muslim,
pemerintah dengan lembaga keagamaan, sekolahmu dengan sekolah yang lain.
Membangun relasi antara kelompok dengan
kelompok bukan suatu hal yang mudah, apabila dibandingkan dengan membangun
relasi yang sebelumnya. Ini terjadi karena banyak pribadi yang terlibat di dalamnya.
Setiap pribadi pasti mempunyai pemikiran yang berbeda. Perbedaan ini mempunyai
dampak yang baik bagi sebuah kelompok karena dapat memperkaya fungsi relasi
dalam kelompok. Namun, di sisi lain juga sangat rawan konflik.
Sisi yang kurang baik bisa saja terjadi
pada kelompok yang berdiri membawa panji-panji nama dan ideologi tertentu.
Misalnya, banyak konifik yang berkembang di dunia saat ini adalah konflik antar
agama dan antarpartai politik. Konflik yang terjadi karena salah satu kelompok
merasa superior, paling baik dan menganggap kelompok lain salah, tidak baik.
Sebenarnya konflik dapat diredam dengan
cara-cara yang lebih baik. Misalnya mengadakan dialog dengan kelompok-kelompok
yang bertentangan. Cara ini menunjukkan jati din sebagai manusia dewasa, karena
lebih menggunakan akal sehat dalam menyelesaikan masalah.
Di samping itu juga konflik dapat
diminimalkan karena setiap pribadi dalam kelompok mempunyai prinsip aku dan
kamu sama-sama ciptaan Tuhan dan diciptakan menurut gambar Allah sehingga perlu
dihargai baik pendapatnya, agamanya, sukunya maupun latar belakangnya. Sama
seperti kita menghargai Tuhan.
C.
Ajaran Yesus Tentang Membangun Relasi
Sebagai pengikut Yesus Kristus kita
perlu belajar dari pribadi-Nya yang mampu menjalin relasi dengan siapapun.
Banyak cerita yang dapat kita saksikan dan Injil tentang perjalanan hidup
Yesus. Dalam keadaan apa pun, Dia mampu membangun relasi dengan sesamanya.
Beberapa diantaranya adalah cerita
tentang percakapan Yesus dengan perempuan Samaria. Orang Samaria adalah musuh
orang Yahudi, sehingga orang Yahudi dilarang bercakap-cakap dan bergaul dengan
orang Samaria. Karena, orang-orang Samaria dianggap orang kafir oleh orang
Yahudi Sehingga harus dijauhi. Yesus sebagai orang Yahudi memberi contoh yang
baik.
Orang Samaria bukan kelompok yang perlu
dijauhi karena mereka adalah manusia yang juga akan mendapat keselamatan dari
Tuhan apabila mau menerima keselamatan tersebut (Yohanes 4:42). Di sampmg itu,
dalam cerita orang Samaria yang baik hati dalam Lukas 10:25-37 ditunjukkan
bahwa mereka tidak perlu dijauhi.
Ada beberapa orang lain yang harus dijauhi menurut ajaran Yahudi, yaitu
orang yang sakit kusta dan perempuan yang diketahui berbuat zinah. Tetapi Yesus
datang ke dunia untuk mengubah tindakan-tindakan orang-orang Yahudi yang salah
supaya menjadi benar. Kedatangan Yesus memberi jaminan keselamatan dalam
kehidupan kekal kepada manusia yang berdosa. Tentu saja mereka yang percaya
kepada Yesus menunjukkannya dengan mengasihi
dan menjalankan semua perintah-Nya.
Bagaimana dengan kita? Mampukah kita
membangun relasi yang baik dengan siapa saja? Baik mereka yang berbeda
pendapat, agama, suku, bangsa, bahasa maupun latar belakang budaya dan ekonomi.
Yesus telah mengajarkan hal yang baik. Kita pun juga harus mampu meneladani
tindakan Yesus tersebut.
UJI
KOMPUTENSI
1. Sebutkan
dan jelaskan 3 faktor yang perlu diperhatikan seseorang dalam menjalin sebuah
relasi
2. Jelaskan apa yang dimaksud relasi pribadi
dengan pribadi. Berikan contoh! (Minimal 5 contoh)
3. Jelaskan apa yang dimaksud relasi pribadi
dengan kelompok. Berikan contoh! (Minimal 5 contoh)
4. Jelaskan
apa yang dimaksud relasi kelompok dengan kelompok. Berikan contoh! (Minimal 5
contoh)
5. Sebutkan
teladan yang telah diberikan Yesus dalam hal menjalin relasi dengan sesama! Tunjukkan
ayat-ayatnya!
0 komentar:
Posting Komentar