Minggu, 28 Juli 2013

Kedewasaan Sosial Menjalin Relasi dengan Sesama



A. Dasar-dasar Membangun Relasi

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan sesama. Tidak ada seorang pun manusia yang dapat hidup sendiri. Kata “saling” tersebut paling tidak menunjukkan hubungan antara dua orang atau lebth.

Coba renungkan! Apakah setiap orang mampu membuat pakaian, kursi, meja, alat tulis maupun buku sendiri tanpa bantuan orang lain. Tentu tidak!
Pakaian, kursi, meja, alat tulis dan buku yang kita gunakan adalah hasil karya orang lain.

Tuhan memberikan manusia keahlian masing-masing. Perbedaan keahlian tersebut merupakan sebuah sarana untuk saling melengkapi dan membantu kebutuhan orang lain. Kelebihan seseorang akan melengkapi kekurangan orang lain. Demikian pula sebaliknya sehingga tercipta hubungan timbal balik.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika seseorang menjalin
relasi dengan orang lain, yaitu faktor dan dalam (Aku), faktor dan luar (Kau),
dan faktor citra baku (stereotip=pandangan klise).

1. Faktor dan dalam (Aku)

Terjadinya relasi yang baik pada dasamya dimulai dan diri sendiri (Aku). “Aku” mampu membuat relasi menjadi baik atau tidak. Relasi akan menjadi baik ketika “Aku” mampu mempunyai prinsip win-win thinking (berpikir menang-menang), bukan lose-lose thinking (berpikir kalah-kalah) atau win-lose thinking” (menang-kalah). Dengan kata lain “yang penting aku”. Ungkapan “yang penting aku” menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri
dan tidak peduli kepada orang lain. Apabila prinsip ini diterapkan dalam relasi, lambat-laun relasi yang dibangun akan menjadi runtuh.

Sedangkan win-win thinking merupakan pola pikir yang membuat aku dan kamu menjadi pemenang. Dengan kata lain, semua pihak merasa untung, mendapat penghargaan (dihargai) keberadaannya oleh pihak lain. Dengan demikian, tidak ada orang yang merasa kalah, dirugikan, tidak dihargai atau kecewa. Untuk itu, zvin-zvin thinking harus diterapkan untuk menjalmn relasi.

2. Faktor dan luar (Kau)

Ketika “aku” menerapkan “win-win thinking” dan orang lain juga menerapkan prinsip yang sama, relasi yang baik sangat besar kemungkinannya untuk terjadi. Namun, prinsip win-win thinking yang kita miliki menjadi tidak seimbang ketika orang lain menerapkan prinsip-pninsip win-lose thinking. ini ‘ berarti relasi yang baik akan terjadi apabila semua pihak menerapkan win- win thinking. Sulitnya, tidak semua orang dengan mudah menerima dan menerapkan prinsip ini.

3. Faktor citra baku (stereotip)

Citra baku (stereotip) merupakan suatu pandangan yang ada pada seseorang atau masyarakat tentang suatu hal dan pandangan tersebut sudah melekat secara mendalam dalam pola pikimya sehingga sulit untuk diubah. Misalnya, banyak orangtua yang melarang anak perempuan pulang ke rumah melebihi pukul 22.00, karena akan dianggap perempuan yang kurang baik. Namun, bagi anak-anak laki-laki sedikit lebih bebas. Pulang melebihi jam tersebut dianggap hal yang biasa.

Stereotip tersebut membuat diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Relasi yang terjadi antara perempuan dan laki-laki sering kali dalam keadaan atas—bawah atau subyek—objek. Laki-laki selalu menduduki tempat terutama dan teratas dalam statusnya. Sedangkan perempuan harus lebih rendah daripada laki-kaki. Keadaan ini berdampak pada relasi yang teijadi di antara mereka. Perempuan selalu dijadikan pelengkap saja sehingga harus selalu tunduk kepada laki-laki. Artinya, laki-laki selalu berada pada posisi win. Sedangkan perempuan pada posisi lose. Keadaan ini meruntuhkan relasi antara laki-laki dengan perempuan dalam keadaan sejajar dan sederajat di hadapan Tuhan. Padahal Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dalam keadaan sederajat (Kejadian 2:18-25).

Di samping ketiga faktor tersebut terdapat satu faktor penunjang yang juga cukup penting, yaitu komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, relasi tidak akan berjalan baik. Karena dengan komunikasi yang balk, hal-hal yang menjadi penghambat relasi akan dapat dibongkar. Komunikasi menjadi baik apabila terjadi sikap mengerti dan memahami apa yang menjadi pesan dari pihak lain walaupun memiliki paham atau pendapat yang berbeda.

B. Macam-Macam Relasi

1. Pribadi-pribadi

Bagi remaja relasi pribadi dengan pribadi ini sangat tampak. Pada umumnya, remaja memiliki seorang sahabat. Dengan sahabatnya, Ia akan membangun relasi untuk mencapai tujuan tertentu.

Seorang sahabat selalu mengerti suka duka din kita. Reläsi yang baik dengan sahabat akan tetap terus terjadi walaupun sahabat kita mengalami kesusahan. Inilah yang disebut sahabat sejati.

Hubungan antarpribadi juga terjadi antara seseorang dengan kekasihnya, ayah—ibu dengan anaknya dan suami dengan istrinya. Hubungan antara pribadi dengan pribadi akan lebih mudah dikelola. Maksudnya, lebth mudah dikembangkan dan dikendalikan menjadi baik ketika terjadi konflik karena hanya sedikit orang yang terlibat. Walaupun memang tidak selalu dengan
sedikitnya orang yang terlibat, relasi yang terjadi akan lebih mudah dikelola. Semuanya tergantung pada tiga faktor yang sudah dibahas pada poin A (factor 1, 2, dan 3).

2. Pribadi-kelompok

Relasi pribadi dengan kelompok biasanya pada sebuah organisasi tertentu. Misalnya, relasi antara kamu dengan pengurus, anggota kelompok karang taruna atau persekutuan pemuda gereja.

Kamu masuk atau begabung pada kelompok tertentu tentu mempunyai motivasi tertentu. Misalnya, menjadi anggota persekutuan pemuda gereja. Tujuanmu untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan. Namun, di sisi lain organisasi juga mempunyai kepentingan sendiri. Antara kepentinganmu dengan kepentingan organisasi tentunya harus selaras. Apabila kehadiranmu tidak jelas dalam organisasi tersebut, kehadiranmu menjadi tak berguna dan sia-sia. Namun, sering kali kepentingan organisasi dibangun atas kesepakatan orang-orang yang mempunyai kepentingan-kepentingan berbeda. Orang orang tersebut berniat menyatukan kepentingan-kepentingan yang berbeda untuk dapat mencapai visi dan misi yang sama.



3. Kelompok-kelompok

Relasi antara kelompok dengan kelompok dapat dilihat dan relasi antara komunitas Kristen dengan komunitas Muslim, pemerintah dengan lembaga keagamaan, sekolahmu dengan sekolah yang lain.

Membangun relasi antara kelompok dengan kelompok bukan suatu hal yang mudah, apabila dibandingkan dengan membangun relasi yang sebelumnya. Ini terjadi karena banyak pribadi yang terlibat di dalamnya. Setiap pribadi pasti mempunyai pemikiran yang berbeda. Perbedaan ini mempunyai dampak yang baik bagi sebuah kelompok karena dapat memperkaya fungsi relasi dalam kelompok. Namun, di sisi lain juga sangat rawan konflik.

Sisi yang kurang baik bisa saja terjadi pada kelompok yang berdiri membawa panji-panji nama dan ideologi tertentu. Misalnya, banyak konifik yang berkembang di dunia saat ini adalah konflik antar agama dan antarpartai politik. Konflik yang terjadi karena salah satu kelompok merasa superior, paling baik dan menganggap kelompok lain salah, tidak baik.

Sebenarnya konflik dapat diredam dengan cara-cara yang lebih baik. Misalnya mengadakan dialog dengan kelompok-kelompok yang bertentangan. Cara ini menunjukkan jati din sebagai manusia dewasa, karena lebih menggunakan akal sehat dalam menyelesaikan masalah.
Di samping itu juga konflik dapat diminimalkan karena setiap pribadi dalam kelompok mempunyai prinsip aku dan kamu sama-sama ciptaan Tuhan dan diciptakan menurut gambar Allah sehingga perlu dihargai baik pendapatnya, agamanya, sukunya maupun latar belakangnya. Sama seperti kita menghargai Tuhan.

C. Ajaran Yesus Tentang Membangun Relasi

Sebagai pengikut Yesus Kristus kita perlu belajar dari pribadi-Nya yang mampu menjalin relasi dengan siapapun. Banyak cerita yang dapat kita saksikan dan Injil tentang perjalanan hidup Yesus. Dalam keadaan apa pun, Dia mampu membangun relasi dengan sesamanya.

Beberapa diantaranya adalah cerita tentang percakapan Yesus dengan perempuan Samaria. Orang Samaria adalah musuh orang Yahudi, sehingga orang Yahudi dilarang bercakap-cakap dan bergaul dengan orang Samaria. Karena, orang-orang Samaria dianggap orang kafir oleh orang Yahudi Sehingga harus dijauhi. Yesus sebagai orang Yahudi memberi contoh yang baik.
Orang Samaria bukan kelompok yang perlu dijauhi karena mereka adalah manusia yang juga akan mendapat keselamatan dari Tuhan apabila mau menerima keselamatan tersebut (Yohanes 4:42). Di sampmg itu, dalam cerita orang Samaria yang baik hati dalam Lukas 10:25-37 ditunjukkan bahwa mereka tidak perlu dijauhi.

Ada beberapa orang lain  yang harus dijauhi menurut ajaran Yahudi, yaitu orang yang sakit kusta dan perempuan yang diketahui berbuat zinah. Tetapi Yesus datang ke dunia untuk mengubah tindakan-tindakan orang-orang Yahudi yang salah supaya menjadi benar. Kedatangan Yesus memberi jaminan keselamatan dalam kehidupan kekal kepada manusia yang berdosa. Tentu saja mereka yang percaya kepada Yesus menunjukkannya dengan mengasihi
dan menjalankan semua perintah-Nya.

Bagaimana dengan kita? Mampukah kita membangun relasi yang baik dengan siapa saja? Baik mereka yang berbeda pendapat, agama, suku, bangsa, bahasa maupun latar belakang budaya dan ekonomi. Yesus telah mengajarkan hal yang baik. Kita pun juga harus mampu meneladani tindakan Yesus tersebut.


UJI KOMPUTENSI
1.      Sebutkan dan jelaskan 3 faktor yang perlu diperhatikan seseorang dalam menjalin sebuah relasi
2.       Jelaskan apa yang dimaksud relasi pribadi dengan pribadi. Berikan contoh! (Minimal 5 contoh)
3.       Jelaskan apa yang dimaksud relasi pribadi dengan kelompok. Berikan contoh! (Minimal 5 contoh)
4.      Jelaskan apa yang dimaksud relasi kelompok dengan kelompok. Berikan contoh! (Minimal 5 contoh)
5.      Sebutkan teladan yang telah diberikan Yesus dalam hal menjalin relasi dengan sesama! Tunjukkan ayat-ayatnya!

0 komentar:

Posting Komentar